Jumat, 13 September 2013

CONTOH TUGAS-MAKALAH EPID SURVAILANS-KESLING-SKM

MAKALAH
EPID SURVAILAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
SANRISE PRAMANA
NIM : 1111192570


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN.
A.   LATAR BELAKANG
    Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia belum berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.
 Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat membahayakan. Surveilans Kesehatan masyarakat semula hanya dikenal dalam bidang epidemiologi, namun dengan berkembangnya berbagai macam teori dan aplikasi diluar bidang epidemiologi, maka surveilans menjadi cabang ilmu tersendiri yang diterapkan luas dalam kesehatan masyarakat. Surveilans sendiri mencakup masalah borbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi, Peny. Menular, Peny. Tidak menular, Demografi,Pelayanan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan beberapa factor risiko pada individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.Demikian pula perkembangan Surveilens Epidemiologi dimulai dengan surveilens penyakit menular, lalu meluas ke penyakit tidak menular, misalnya cacat bawaan, kekurangan gizi dan lain-lain.Bahkan baru-baru ini, surveilens epidemiologi digunakan untuk menilai, memonitor, mengawasi dan merencanakan program-program kesehatan pada umumnya.
Surveilens epidemiologi pada umumnya digunakan untuk:
1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit.
2. Untuk menentukan penyakit mana yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas.
3. Untuk meramalkan terjadinya wabah.
4. Untuk menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular, dan program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program kesehatan gigi, program gizi, dll.
5. Untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan.
Jadi surveilans epidemiologi bukan hanya sekedar pengumpulan data dan  penyelidikan KLB saja tetapi kegunaan dari surveilans epidemiologi lebih dari itu misalnya untuk mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan,untuk meramalkan terjadinya wabah dan masih banyak lagi manfaat dari surveilans epidemiologi,untuk itu penulis terdorong untuk melakukan penulisan mengenai surveilans epidemiologi agar mengubah pemikiran masyarakat akan arti dan kegunaan dari surveilans epidemiolog.
B.   TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui konsep dasar dari surveilans
2.      Untuk mengetahui gambaran sistem surveilans di indonesia
3.      Untuk mengetahui gambaran  surveilans di rumah sakit
4.      Untuk mengetahui langkah-langkah surveilans
5.      Untuk mengetahui indikator kinerja surveilans
6.      Untuk mengetahui sistem kewaspadaan dini klb
7.     Untuk mengetahui cara penyajian data


BAB  II
PEMBAHASAN
1.      KONSEP DASAR DARI SURVEILANS
Menurut WHO Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada Unit yang membutuhkan untuk diambil tindakan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu definisi Surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data. Sehingga dalam sistem ini yang dimaksud dengan Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah –masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Sistem Surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan Surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara Surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi hubungan Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, propinsi dan Pusat.
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus dengan mekanisme sebagai berikut :
a)      Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya.
b)      Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
c)      Analisis dan intreprestasi data
d)     Studi epidemiologi
e)      Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
f)       Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.
g)      Umpan balik.

Jenis penyelenggaraan Surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut:
A. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan
1)      Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan.
2)      Surveilans epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan , faktor resiko atau situasi khusus kesehatan
3)      Surveilans sentinel, adalah penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
4)      Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau factor resiko kesehatan.
B. Penyelenggaraan berdasarkan Aktifitas Pengumpulan Data
1)      Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
2)      Surveilans Pasif, adalah Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
C. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan
1)      Pola Kedaruratan, adalah kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana
2)      Pola Selain Kedaruratan, adalah kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau bencana,
D. Penyelenggaraan berdasarkan Kualitas Pemeriksaan
1)      Bukti klinis atau tanpa perlatan pemeriksaan, adalah kegiatan Surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan.
2)      Bukti labortorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan Surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemerksaan laboratorium atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya.
Ruang Lingkup Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa sebab, oleh karena itu secara operasional diperlukan tatalaksana secara integratif dengan ruang lingkup permasalahan sebagai berikut:
a.       Surveilans Epidemiologi penyakit Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk upaya pemberantasan penyakit menular.
b.      Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.
c.       Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan.
d.      Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
e.       Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra.
2.      GAMBARAN SYSTEM SURVEILANS DI INDONESIA
1.      Gambaran SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.
Sistem informasi yang ada pada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :
a.       Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang masih belum terintegrasi.
b.      Terbatasnya perangkat keras(hardware) dan perangkat lunak(software) diberbagai jenjang.
c.       Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola dan mengembangkan sistem infornasi.
d.      Masih belum adanya membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan  data/informasi.
e.       Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi.

2. Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.
Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa
penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.
Sebagai contoh misal gambaran Sistem Informasi Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada.
Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat atas penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan. Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :
a.       Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
b.      Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.
c.       Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
d.      Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda dari masing-masing bagian.
e.       Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data sering terlambat.
f.       Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan keterlambatan laporan.
Jadi, apabila melihat dari penjabaran di atas maka bisa disimpulkan bahwa faktor-faktor yang sering menghambat SIK (Sistem Informasi Kesehatan) yang bersifat daerah (SIKDA) maupun nasional (SIKNAS) berdasarkan gambaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan adalah faktor geografis (tempat dan lokasi), human resources medical atau tenaga kesehatan, infrastruktur pendukung (komputer, software, dan lain-lain), dan kebijakan mengenai SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah) maupun SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional).

3.Hubungan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans.
Pada poin ke 2 (dua) dan ke 1 (satu) pada bab II, sudah dijelaskan mengenai pengertian dari Surveilans dan SIK (Sistem Informasi Kesehatan). Mengutip pernyataan dari CDC / ATSDR (Center for Diseas Control / Agency for toxic Substance and Disease Regristary) menerangkan bahwa Surveilans atau Surveillance is the ongoing systematic collection, analysis, and interpretations of outcome-spesific data for use in the planning, implementation, and evaluation of public practice.
Sedangkan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan dalam program kesehatan untuk mengumpulkan, mengolah, mengirimkan, dan menggunakan data untuk keperluan perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pengendalian (pengambilan keputusan).
Dengan melihat, kedua pengertian di atas kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan Surveilans memilki sebuah kesamaan dalam penerapannya. Yaitu sama-sama digunakan untuk melakukan perencanaan (planning) di bidang kesehatan. Di Indonesia Sistem Surveilans Epidemiologi merupakan subsistem dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) dan mempunyai fungsi strategis dalam intelijen penyakit dan masalah kesehatan untuk penyediaan data dan informasi epidemiologi dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.
Jadi, SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dengan Surveilans dapat kita gambarkan melalui diagram sebagai berikut :




Akan tetapi, surveilans tidak berjalan secara semestinya seperti pengertiannya. Masih banyak permasalahan yang muncul di tengah-tengahnya. Berdasarkan observasi WHO (World Health Organization), 2004 menemukan beberapa temuan terkait surveilans seperti :
a.       Kurangnya kesadaran akan pentingnya informasi surveilans penyakit di kalangan pengelola program kesehatan, pejabat kesehatan, staf pelayanan kesehatan dan staf surveilans sendiri di semua tingkat.
b.      Informasi surveilans tidak digunakan dalam pengambilan keputusan.
c.       Kualitas data Surveilans tidak memuaskan dan sulit diperbaiki.
d.      Tidak dilakukan analisis data surveilans secara memadai.
e.       Penyelidikan kejadian luar biasa (KLB) dilakukan sembarangan.
f.       Tidak ada motivasi di kalangan staf surveilans untuk meningkatkan kemampuan diri.
g.      Berbagai sistem surveilans penyakit khusus sulit dikoordinasikan dan diintegrasikan.

3. GAMBARAN SURVEILANS DI RUMAH SAKIT

           saat ini Indonesia menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kembali beberapa penyakit menular (re-emerging diseases) sementara penyakit degeratif mulai meningkat yang disebabkan antara lain oleh perubahan pola gaya hidup. Disamping itu timbul pula berbagai penyakit baru (new emerging diseases) seperti Avian Influenza atau Flu Burung dan Hand, Foot and Mouth Disease.
             Dilain pihak adanya kesadaran masyarakat yang tinggi untuk memperoleh pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang bermutu. Oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu, efektif dan efisien untuk menjamin Patient Safety yang telah menjadi program Kementerian Kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
            Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit yang merupakan salah satu pilar menuju Patient Safety. Diharapkan kejadian infeksi di Rumah Sakit dapat diminimalkan serendah mungkin sehingga masyarakat dapat menerima pelayanan kesehatan secara optimal. Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Healt-care Associated Infection (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang meningkat (Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat infeksi nosokomial yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian di negera-negara Asia, Amerika Latin dan Sub- Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk 1997) dan menurut data WHO, angka kejadian infeksi di RS sekitar 3 – 21% (rata-rata 9%). Infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien
           Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, sedang pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya besar.
           Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat memiliki pesan yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Bagi mereka yang berada dilingkungan Rumah Sakit seperti pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien beresiko mendapatkan infeksi nosokomial atau Health- care Associated Infection (HAIs).
            Pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan antara lain Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dengan adanya pedoman ini diharapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi dapat diterapkan secara optimal di seluruh Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan surveilans infeksi di Rumah Sakit. Apalagi dengan dimasukkannya Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dalam Standar Pelayanan Minimal dan Akreditasi Rumah Sakit, ini berarti setiap Rumah Sakit harus melaksanakan PPI secara optimal.
            PPI dikembangkan untuk mendukung pelayanan TB sebagai pendukung pelayanan TB di RS untuk mencegah terjadinya MDR (Multi Drugs Resistant) TB. Indonesia saat ini menempati urutan ke 5 di dunia. Agar PPI – PPITB dan Surveilans PPI dapat berjalan dengan baik maka faktor terpenting adalah Komitmen Direktur Rumah Sakit. Kegiatan PPI dimasukkan kedalam perencanaan Rumah Sakit, sehingga penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM, Anggaran dan Fasilitas) dapat terencana dengan baik. Humas
 
4.LANGKAH-LANGKAH SURVEILANS
            langkah-langkah surveilans dimulai dari pengumpulan data,lalu pengolahan dan penyajian data,kemudian analisis dan interpretasi data,pembuatan laporan,rekomendasi tindak lanjut dan akhirnya tindakan pencegahan dan penanggulangannya.

5. INDICATOR KINERJA SURVEILANS

            Indikator kinerja surveilans merupakan ukuran kualitas suatu sistem kerja. Secara operasional, suatu unit program apabila menyatakan besarnya masalah  program, maka wajib didukung oleh sistem kerja informasi yang baik. Baik atau tidak baiknya sistem kerja informasi ini, dinyatakan dengan ukuran atau indikator kinerja surveilans.

Misalnya, angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta adalah sebesar 225 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Penyataan besarnya angka kesakitan DBD ini, diperoleh dari pengumpulan data dari semua rumah sakit atau hanya sebagian rumah sakit (kelengkapan laporan) ?, seberapa akurat kasus DBD itu sesuai dengan definisi yang telah ditetapkan (keakuratan pengisian variabel) ?, dsb. Kelengkapan laporan dan tingkat keakuratan pengisian variabel DBD tersebut diatas merupakan indikator kinerja untuk mengukur mutu laporan angka kesakitan DBD di Jakarta. Indikator kinerja ini yang disebut “indikator kinerja surveilans DBD”

Indikator kinerja surveilans dapat digunakan sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi penyelenggaraan sistem surveilans. Data indikator kinerja surveilans menurut karakteristik waktu dan tempat, dapat menuntun kepada sumber data yang perlu mendapat pembinaan dan dukungan dalam  penyelenggaraan sistem surveilans yang lebih baik
Indikator kinerja surveilans ini sering rancu dengan tujuan surveilans, dan indikator kinerja program. Kerancuan ini dapat mengakibatkan timbulnya kelemahan manajemen penyelenggaraan sistem surveilans, terutama penyelenggaraan sistem surveilans yang berada dalam satu paket dengan penyelenggaraan intervensi program
6. SISTEM KEWASPADAAN DINI KLB
penerapan Sistem Kewaspadaan Dini  (SKD) terhadap KLB yang juga dikenal dengan istilah Early Warning Alert dan Response System (EWARS). EWARS adalah sistem yang telah dirintis dan dikembangkan oleh sejak 2007 dalam upaya mewujudkan tindakan atau respon cepat terhadap adanya potensi atau munculnya KLB. Sistem ini bekerja dengan cara memantau perkembangan tren suatu penyakit menular potensial wabah/KLB dari waktu ke waktu dengan periode mingguan.
Sistem didasarkan pada pelaporan kasus di lapangan. Para petugas kesehatan seperti bidan, mantri dan puskesmas pembantu (pustu) melakukan pelaporan kepada petugas surveilans di Puskesmas. Lalu laporan diteruskan kepada petugas surveilans di kabupaten, provinsi hingga otoritasnasional dalam hal ini Departemen Kesehatan.
    Sistem SKD yang diterapkan saat ini, lanjut Hari, merupakan adopsi dari sistem EWARS yang awalnya dikembangkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sistem ini lalu dimodifikasi dengan menyesuaikan karakteristik Indonesia. 
"Kalau frekuensi penyakit tidak dapat dijadikan ukuran. Dengan semakin gencarnya media massa dan membaiknya sistem, laporan seolah-olah banyak (kasus) ketangkap. Tetapi indikator yang lain dilihat misalnya besarnya KLB. Jarang sekali menemukannya

            Selama hampir tiga tahun berjalan, khususnya di Provinsi Lampung, program SKD juga telah menunjukkan peningkatan. Dari indikator tingkat kelengkapan laporan misalnya, terjadi kenaikan dari 84 persen menjadi 86 persen. Sementara ketepatan laporan masih berkisar pada angka 65 persen.  



7. CARA PENYAJIAN DATA
1. Tabel
- Tabel satu arah (one-way table)
- Tabulasi silang (lebih dari satu arah ‘two-way table’, dll)
- Tabel Distribusi Frekuensi

2. Grafik
- Batang (Bar Graph), untuk perbandingan/pertumbuhan
- Lingkaran (Pie Chart), untuk melihat perbandingan (dalam persentase/proporsi)
- Grafik Garis (Line Chart), untuk melihat pertumbuhan
- Grafik Peta, untuk melihat/menunjukkan lokasi

Manfaat Tabel dan Grafik
- Meringkas/rekapitulasi data, baik data kualitatis maupun kuantitatif
- Data kualitatif berupa distribusi frekuensi, frekuensi relatif, persen distribusi

frekuensi, grafik batang, grafik lingkaran.
- Data kuantitatif berupa distribusi frekuensi, relatif frekuensi dan persen distribusi frekuensi, diagram/plot titik, histogram, distribusi kumulatif, ogive.
- Dapat digunakan untuk melakukan eksplorasi data
- Membuat tabulasi silang dan diagram sebaran data




Distribusi Frekuensi
Merupakan table ringkasan data yang menunjukkan frekuensi/banyaknya item/objek pada setiap kelas yang ada.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi lebih dalam tentang data yang ada dan tidak dapat secara cepat diperoleh dengan melihat data aslinya.
Distribusi Frekuensi Relatif
Merupakan fraksi atau proporsi frekuensi setiap kelas terhadap jumlah total.
Distribusi frekuensi relatif merupakan tabel ringkasan dari sekumpulan data yang menggambarkan frekuensi relatif untuk masing-masing kelas.
Grafik Batang (Bar Graph)
Bermanfaat untuk merepresentasikan data kuantitatif maupun kualitatif yang telah dirangkum dalam frekuensi, frekuensi relative, atau persen distribusi frekuensi.
Cara :
- Pada sumbu horizontal diberi label yang menunjukkan kelas/kelompok.
- Frekuensi, frekuensi relatif, maupun persen frekuensi dinyatakan dalam sumbu vertikal yang dinyatakan dengan menggunakan gambar berbentuk batang dengan lebar yang sama/tetap.
Grafik Lingkaran (Pie Chart)
Digunakan untuk mempresentasikan distribusi frekuensi relatif dari data kualitatif maupun data kuantitatif yang telah dikelompokkan.
Cara :
- Gambar sebuah lingkaran, kemudian gunakan frekuensi relatif untuk membagi daerah pada lingkaran menjadi sektor-sektor yang luasnya sesuai dengan frekuensi relatif tiap kelas/kelompok.

Contoh, bila total lingkaran adalah 360° maka suatu kelas dengan frekuensi relatif 0,25 akan membutuhkan daerah seluas (0,25)(360) = 90° dari total luas lingkaran.
Ogive
Merupakan grafik dari distribusi frekuensi kumulatif. Nilai data disajikan pada garis horizontal (sumbu-x).

Pada sumbu vertikal dapat disajikan :

- Frekuensi kumulatif, atau

- Frekuensi relatif kumulatif atau

- Persen frekuensi kumulatif

- Frekuensi yang digunakan (salah satu di atas) masing-masing kelas digambarkan sebagai titik. Setiap titik dihubungkan oleh garis lurus.

Tabulasi Silang
Tabulasi silang (Crosstabulation) merupakan metode tabulasi untuk merangkum data dengan dua atau lebih variabel secara bersamaan/sekaligus.

Diagram Scatter
Diagram scatter merupakan metode presentasi secara grafis untuk
menggambarkan hubungan antara dua variabel kuantitatif
BAB III
PENUTUP

A.kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1.       yang dimaksud dengan Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah –masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
2.      SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan Surveilans memilki sebuah kesamaan dalam penerapannya. Yaitu sama-sama digunakan untuk melakukan perencanaan (planning) di bidang kesehatan. Di Indonesia Sistem Surveilans Epidemiologi merupakan subsistem dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) dan mempunyai fungsi strategis dalam intelijen penyakit dan masalah kesehatan untuk penyediaan data dan informasi epidemiologi dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.
3.      Terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit,meskipun tidak menimbulkan kematian tetapi membuat pasien lebih lama dirawat di rumah sakit.
4.      langkah-langkah surveilans dimulai dari pengumpulan data,lalu pengolahan dan penyajian data,kemudian analisis dan interpretasi data,pembuatan laporan,rekomendasi tindak lanjut dan akhirnya tindakan pencegahan dan penanggulangannya.
5.      Indikator kinerja surveilans ini sering rancu dengan tujuan surveilans, dan indikator kinerja program. Kerancuan ini dapat mengakibatkan timbulnya kelemahan manajemen penyelenggaraan sistem surveilans, terutama penyelenggaraan sistem surveilans yang berada dalam satu paket dengan penyelenggaraan intervensi program
6.      Sistem SKD yang diterapkan saat ini, lanjut Hari, merupakan adopsi dari sistem EWARS yang awalnya dikembangkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sistem ini lalu dimodifikasi dengan menyesuaikan karakteristik Indonesia. 
7.      Penyajian data surveilans bisa dengan menggunakan tabel dan grafik.



B.Saran

1.      Pemerintah harus menjalankan system SKD daan memantau system tersebut setiap waktu supaya betul-betul dijalankan agar dapat mencegah timbulnya kasus KLB
2.      Masyarakat harus mengetahui kegunaan dari surveilans epidemiologi yang bukan hanya sebagai pengumpul data atau penyelidikan KLB,sehingga tidak menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia tidak  berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah kesehatan.


1 komentar: