MAKALAH
MAKALAH KESEHATAN MATERNAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
SANRISE PRAMANA
NIM : 1111192570
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hingga
saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia yang
ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada
dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka
kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak
demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini
tidak menunjukkan penurunan yang berarti.
Selain angka
kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka kesakitan atau
morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISPA, diare dan tetanus yang
sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian. Demikian
pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia,
hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan,
sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah
kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat
antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola
makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah
mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang
disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH
Salah satu
kegiatan manajemen pelayanan kesehatan untuk mengukur suatu keberhasilan
kegiatan dilakukan evaluasi. Pada kegiatan evaluasi Program KIA antara lain
untuk memantau perkembangan pelayanan Kesehatan ibu dan anak (KIA) yang
dituangkan dalam laporan kegiatan program.
Dari latar
belakang masalah tersebut diatas ditemukan beberapa masalah yaitu : di dalam
pengumpulan data (input) diidentifikasi bahwa pengumpulan data Program KIA
dicatat dalam lebih dari satu register sedangnya proses pengumpulan data masih
dilakukan secara manual dan belum menggunakan basis data, sedangkan disisi
pengolahan (Proces) masih menggunakan “paper base“ mengakibatkan pencarian
kembali data yang dibutuhkan memerlukan waktu yang lama dan terjadi penumpukan
arsip data dari tahun sebelumnya. Untuk penyajian data (Output) diketahui bahwa
informasi yang dihasilkan berupa laporan bulanan dilaporkan tidak tepat waktu
sehingga kegiatan evaluasi untuk mengetahui hasil kegiatan program akan
mengalami hambatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Indikator Kesehatan Maternal
Permasalahan
utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia
adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan.
Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe
Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan
kesehatan wanita terutama pada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan
kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan
bayi dan si ibu sendiri. Facta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih
banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan
kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter.
Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering
kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi.
Pada
penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu yang
meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru
datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari
kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan
pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda
yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih
adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku,
yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka
waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat
melahirkan.
Permasalahan
lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan
terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan
yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak
negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang
gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dari data
penelitian Universitas bandung, terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita
hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan adanya
program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan bahwa
penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan
karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Disini, Di
Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang
kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi
yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku
pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang
makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar
sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang
gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk
memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita
hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat
di daerah pedesaan.
Memasuki
masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena
segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan
kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada
tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan,
keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong
persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.
lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Cara menghitung angka kematian bayi
Dimana:
AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th = Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu
tahun tertentu di daerah tertentu.
∑lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah
tertentu (lihat modul fertilitas untuk definisi kelahiran hidup).
K = 1000
Cara Menghitung ANGKA KEMATIAN IBU
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran
Rumus
Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Cara Menghitung Angka Harapan Hidup
Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite.
Menghitung StatusGizi
IMT (indeks massa tubuh) = berat badan (kg) : [tinggi badan (m) x tinggi badan (m)]
Incidence Rate
Rumus:
Incidence Rate = ( Jumlah Kasus x 100) / Jumlah tenaga kerja terpapar
prevalensi rate
A.Periode prevalens rate
jmlh penderita lama & baru
____________________________________x K
jmlh penduduk pertengahan
B.Point prevalen rate
jmlh penderita lama & baru saat itu
____________________________________x K
jmlh penduduk saat itu
B. Penyebab kematian Ibu
Indonesia belum memiliki data statistik vital, yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan sulit bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya.
Disparitas. Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI antarwilayah di Indonesia. Estimasi AKI menggunakan pendekatan PMDF (proportion of maternal deaths of female reproductive age).
Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.
Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.
Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.
Menerima olah DATA SPSS utk Sekripsi Kesehatan dengan waktu yang cepat.
paling lama 2 hari. paling cepat 6 jam
hub ; 085277011414
DAFTAR PUSTAKA
ü Depkes RI, Penyelenggaraan Puskesmas di EraDesentralisasi.Jakarta,2001
ü Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar PusatKesehatan Masyarakat, Jakarta, 2004
ü Wijono,Djoko Manajemen Kepemimpinan dan OrganisasiKesehatan,Airlangga University Press Surabaya, 1999
ü Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 27 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan Kab/Kota di Jawa Timur.
ü Masalah yang berkaitan dengan evaluasi Program KIA, internet/http://www.papuaweb.org / tanggal 26-2-2008
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar