MAKALAH
GIZI MASYARAKAT
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
SANRISE PRAMANA
NIM : 1111192570
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keadaan gizi dan kesehatan
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi
masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah
gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi
(iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu yang disertai dengan minimnya pengetahuan tentang
gizi, menu seimbang, dan kesehatan. Dengan demikian, sebaiknya masyarakat
meningkatkan perhatian terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya gizi salah
(malnutrisi) dan risiko untuk menjadi kurang gizi.
Tingginya angka kematian ini juga
dampak dari kekurangan gizi pada penduduk. Mulai dari bayi dilahirkan,
masalahnya sudah mulai muncul, yaitu dengan banyaknya bayi lahir dengan berat
badan rendah (BBLR<2.5 Kg). Masalah ini berlanjut dengan tingginya masalah
gizi kurang pada balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa sampai dengan usia
lanjut.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah
masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya
masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya
harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Suatu penyakit timbul karena tidak
seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host)
dan lingkungan (environment). Hal itu disebut juga dengan istilah penyebab
majemuk (multiple causation of diseases) sebagai lawan dari peiiyebab tunggal
(single causation).
Berlandaskan oleh latar belakang di
atas maka di dalam makalah ini akan dibahas mengenai gizi masyarakat.
1. 2 Rumusan Masalah
Makalah ini disusun berdasarkan rumusan masalah
sebagai berikut:
- Apakah yang dimaksud dengan gizi?
- Apakah yang dimaksud dengan gizi kesehatan masyarakat?
- Apakah yang dimaksud dengan status gizi?
- Apakah yang dimaksud indikator status gizi?
- Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi status gizi seseorang?
- Apa saja akibat yang ditimbulkan karena gizi salah (malnutrisi)?
- Apa saja cara-cara dalam perbaikan status gizi?
- Bagaimana cara penanggulangan masalah gizi?
- Bagaimana cara penilaian status gizi?
- Bagaimana gizi menurut daur kehidupan?
- Bagaimana permasalahan gizi masyarakat?
- Bagaimana solusi permasalahan gizi masyarakat?
- Bagaimana cara program gizi dan kesehatan masa depan?
1. 3 Tujuan pembahasan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian gizi;
- Mahasiswa dapat memahami gizi dalam kesehatan masyarakat;
- Mahasiswa Dapat memahami definisi status gizi;
- Mahasiswa Dapat memahami definisi indikator status gizi;
- Mahasiswa Dapat memperluas wawasan tentang faktor-faktor yang memengaruhi status gizi seseorang;
- Mahasiswa Dapat memperkaya pengetahuan tentang akibat yang ditimbulkan karena gizi salah (malnutrisi);
- Mahasiswa Dapat menambah wawasan tentang cara-cara dalam perbaikan status gizi;
- Mahasiswa dapat memahami daur kehidupan gizi;
- Mahasiswa Dapat mengetahui beberapa cara penanggulangan masalah gizi.
- Mahasiswa dapat mengetahui penilaian status gizi;
- Mahasiswa dapat memahami permasalahan gizi masyarakat;
- Mahasiswa dapat mengetahui solusi permasalahan gizi masyarakat;
- Mahasiswa dapat memahami program perbaikan gizi dan kesehatan masa depan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Secara etimologi, kata “gizi”
berasal dari bahasa Arab “ghidza”, yang berarti “makanan”. Menurut dialek
Mesir, “ghidza” dibaca “ghizi”.
Gizi adalah proses makhluk hidup
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti
(penyerapan), absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan.
2.2. Pengertian Ilmu Gizi
Ilmu gizi didefinisikan sebagai
suatu cabang ilmu yang mempelajari proses pangan setelah dikonsumsi oleh
manusia, masuk ke dalam tubuh, mengalami pencernaan, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme serta pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan yang
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat serta gigi yang sehat
pula.
2.3. Fungsi dari Gizi
Gizi memiliki beberapa fungsi yang berperan dalam
kesehatan tubuh makhluk hidup, yaitu:
- Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak
- Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari
- Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain
- Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (protein).
Tak satu pun jenis makanan yang
mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat,
tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi
anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air
Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan
tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan
sehat.
Makan makanan yang beranekaragam
sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan
yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun
kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu,
makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila
terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu
jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain.
Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan
sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara
lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi.
Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan
tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang
berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu.
Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta
hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah
semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin
dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ
tubuh.
2.4. Gizi dalam kesehatan masyarakat
Terkait erat dengan ”gisi kesehatan
masyarakat” adalah ”kesehatan gizi masyarakat,” yang mengacu pada cabang
populasi terfokus kesehatan masyarakat yang memantau diet, status gizi dan
kesehatan, dan program pangan dan gizi, dan memberikan peran kepemimpinan dalam
menerapkan publik kesehatan prinsip-prinsip untuk kegiatan yang mengarah pada promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pengembangan kebijakan dan perubahan
lingkungan.
Definisi Gizi kesehatan masyarakat merupakan
penyulingan kompetensi untuk gizi kesehatan masyarakat yang disarankan oleh
para pemimpin nasional dan internasional dilapangan.
Gizi istilah dalam kesehatan
masyarakat mengacu pada gizi sebagai komponen dari cabang kesehatan masyarakat
, ”gizi dan kesehatan masyarakat” berkonotasi koeksistensi gizi dan kesehatan
masyarakat, dan gizi masyarakat mengacu pada cabang kesehatan masyarakat yang
berfokus pada promosi kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat dengan
menyediakan layanan berkualitas dan program-program berbasis masyarakat yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari komunitas yang berbeda dan
populasi. Gizi masyarakat meliputi program promosi kesehatan, inisiatif
kebijakan dan legislatif, pencegahan primer dan sekunder, dan kesehatan di
seluruh rentang hidup
2.5. Definisi Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa
status gizi merupakan indikator baik-buruknya penyediaan makanan sehari-hari.
Adapun definisi lain menurut Suyatno, Ir. Mkes, Status gizi yaitu Keadaan yang
diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (“intake”) zat gizi
dan jumlah yang dibutuhkan (“requirement”) oleh tubuh untuk berbagai fungsi
biologis: (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan,
dan lainnya). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak, serta menunjang
pembinaan prestasi olahragawan. Status gizi ini menjadi penting karena
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan atau kematian.
Status gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya
dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan kesehatan. Status gizi juga
dibutuhkan untuk mengetahui ada atau tidaknya malnutrisi pada individu maupun
masyarakat. Dengan demikian, status gizi dapat dibedakan menjadi gizi kurang,
gizi baik, dan gizi lebih.
2.6. Indikator Status Gizi
Indikator status gizi yaitu
tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Indikator status gizi umumnya secara
langsung dapat terlihat dari kondisi fisik atau kondisi luar seseorang.
contoh: pertumbuhan fisik → ukuran tubuh →
antropometri (berat badan, tinggi badan, dan lainnya).
2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Status Gizi Seseorang
a.
Faktor
Lingkungan
Lingkungan yang buruk seperti air
minum yang tidak bersih, tidak adanya saluran penampungan air limbah, tidak
menggunakan kloset yang baik, juga kepadatan penduduk yang tinggi dapat
menyebabkan penyebaran kuman patogen.
Lingkungan yang mempunyai iklim tertentu berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga berhubungan dengan produksi tanaman.
Lingkungan yang mempunyai iklim tertentu berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat hidup sehingga berhubungan dengan produksi tanaman.
b.
Faktor
Ekonomi
Di banyak negara yang secara
ekonomis kurang berkembang, sebagian besar penduduknya berukuran lebih pendek
karena gizi yang tidak mencukupi dan pada umunya masyarakat yang berpenghasilan
rendah mempunyai ukuran badan yang lebih kecil.
Masalah gizi di negara-negara miskin
yang berhubungan dengan pangan adalah mengenai kuantitas dan kualitas.
Kuantitas menunjukkan penyediaan pangan yang tidak mencukupi kebutuhan energi
bagi tubuh. Kualitas berhubungan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi khusus
yang diperlukan untuk petumbuhan, perbaikan jaringan, dan pemeliharaan tubuh
dengan segala fungsinya.
c.
Faktor
Sosial-Budaya
Indikator masalah gizi dari sudut
pandang sosial-budaya antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi
nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak
stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang. Juga indikator
demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan penduduk, seperti peningkatan
jumlah penduduk, tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, serta jarak
kelahiran.
Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini.
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya
pendidikan seseorang, kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat
meningkatkan daya beli makanan.
d.
Faktor
Biologis/Keturunan
Sifat yang diwariskan memegang kunci
bagi ukuran akhir yang dapat dicapai oleh anak. Keadaan gizi sebagian besar
menentukan kesanggupan untuk mencapai ukuran yang ditentukan oleh pewarisan
sifat tersebut. Di negara-negara berkembang memperlihatkan perbaikan gizi pada
tahun-tahun terakhir mengakibatkan perubahan tinggi badan yang jelas.
e.
Faktor
Religi
Religi atau kepercayaan juga
berperan dalam status gizi masyarakat, contohnya seperti tabu mengonsumsi
makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut
justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tersebut. Seperti ibu hamil
yang tabu mengonsumsi ikan.
2.8.
Akibat yang Ditimbulkan Karena Gizi Salah (Malnutrisi)
Gizi salah berpengaruh negatif
terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas, dan
kesanggupan kerja manusia. Gizi salah yang diderita pada masa periode dalam
kandungan dan periode anak-anak, menghambat kecerdasan anak. Anak yang
menderita gizi salah tingkat berat mempunyai otak yang lebih kecil daripada
ukuran otak rata-rata dan mempunyai sel otak yang kapasitasnya 15%-20% lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang bergizi baik. Studi di beberapa negara
menunjukkan bahwa anak yang pernah menderita gizi salah, hasil tes mentalnya
kurang bila dibandingkan dengan hasil tes mental anak lain yang bergizi baik.
Anak yang menderita gizi salah mengalami kelelahan mental serta fisik, dan
dengan demikian mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi di dalam kelas, dan
seringkali ia tersisihkan dari kehidupan sekitarnya.
Anak yang berasal dari keluarga
dengan tingkat sosial ekonomi rendah telah diteliti memiliki persentase di
bawah ukuran normal bagi tinggi dan berat badan anak sehat. Sedangkan hubungan
antara zat gizi dan produktivitas kerja telah dikenal baik sejak satu abad yang
lalu oleh orang-orang yang mempunyai budak belian yang melihat bahwa gizilah
berarti penurunan nilai modal. Produktivitas pekerja yang disiksa atau mendapat
tekanan akan memberikan hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
keadaan yang diurus dengan baik, dalam artian diberikan makanan yang bergizi
cukup baik.
Gizi salah merupakan sebab-sebab
penting yang berhubungan dengan tingginya angka kematian di antara orang dewasa
meskipun tidak begitu mencolok bila dibandingkan dengan angka kematian di
antara anak-anak yang masih muda. Dampak relatif yang ditimbulkan oleh gizi
salah ialah melemahkan daya tahan tehadap penyakit yang biasanya tidak
mematikan dan perbaikan gizi adalah suatu faktor utama yang membantu
meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Status gizi juga berhubungan
langsung dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk penyembuhan setelah
menderita infeksi, luka, dan operasi yang berat.
2.9.
Cara-Cara Perbaikan Status Gizi
Pengaturan makanan adalah upaya
untuk meningkatkan status gizi, antara lain menambah berat badan dan
meningkatkan kadar Hb. Berikut adalah pengaturan makanan yang bertujuan untuk
meningkatkan status gizi:
- Kebutuhan energi dan zat gizi ditentukan menurut umur, berat badan, jenis kelamin, dan aktivitas;
- Susunan menu seimbang yang berasal dari beraneka ragam bahan makanan, vitamin, dan mineral sesuai dengan kebutuhan
- Menu disesuaikan dengan pola makan;
- Peningkatan kadar Hb dilakukan dengan pemberian makanan sumber zat besi yang berasal dari bahan makanan hewani karena lebih banyak diserap oleh tubuh daripada sumber makanan nabati;
- Selain meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi, juga perlu menambah makanan yang banyak mengandung vitamin C, seperti pepaya, jeruk, nanas, pisang hijau, sawo kecik, sukun, dll.
2.10.
Penanggulangan Masalah Gizi
Seperti yang telah kita ketahui,
masalah gizi yang salah kian marak di negara kita. Dengan demikian diperlukan
penanggulangan guna memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Berikut ini
cara-cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi gizi salah, baik gizi kurang
maupun gizi lebih.
a) Penanggulangan
masalah gizi kurang
- Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional
terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan;
-
Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan pada
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga;
-
Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari
tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit;
-
Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi (SKPG);
-
Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi
masyarakat;
-
Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas;
-
Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan
(PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta
kapsul minyak beriodium;
- Peningkatan
kesehatan lingkungan;
- Upaya
fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, Iodium, dan Zat Besi;
- Upaya
pengawasan makanan dan minuman;
- Upaya penelitian
dan pengembangan pangan dan gizi.
b) Penanggulangan
masalah gizi lebih
Dilakukan dengan cara menyeimbangkan
masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makanan dan penambahan latihan
fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup/stress. Penyeimbangan
masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta
menghindari konsumsi alkohol.
2.11.
Penilaian Status Gizi
Status gizi adalah Ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture
dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak
seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Macam-macam penilaian status gizi
1.
Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinis, biokimia dan biofisik.
a. Antropometri
1) Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.
2) Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh.
3) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan
antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang
cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT
dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang
sehat.
Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa
digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya
untuk orang dewasa berumur > 18
tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = ——————————————————-
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT
untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Kategori
|
IMT
|
|
Kurus
|
Kekurangan berat badan tingkat berat
|
<>
|
Kurus sekali
|
Kekurangan berat badan tingkat ringan
|
17,0 – 18,4
|
Normal
|
Normal
|
18,5 – 25,0
|
Gemuk
|
Kelebihan berat badan tingkat ringan
|
25,1 – 27,0
|
Obes
|
Kelebihan berat badan tingkat berat
|
> 27,0
|
Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah
dengan menimbang berat badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000
gram dianggap gizi lebih.
Untuk Wanita hamil jika LILA (LLA) atau Lingkar lengan
atas <>
b. Klinis
1) Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2) Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau
riwayat penyakit.
c. Biokimia
1) Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2) Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak
gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
1) Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
2) Penggunaan
Umumnya dapat digunaakan dalam situasi tertentu
seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
1.
Penilaian gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
a. Survei Konsumsi Makanan
1) Pengertian
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
2) Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan
individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat
gizi.
b. Statistik Vital
1) Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis dan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan.
2) Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari
indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
1) Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.
2) Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk
melakukan program intervensi gizi.
2.12.
Gizi Daur Kehidupan
United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha
perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh
kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan. Pada bagan 1 dapat dilihat
kelompok penduduk yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi. Pada
bagan 1 ini diperlihatkan juga faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan
gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola
asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada akhirnya berdampak
pada kematian.
Ket :
WUS = Wanita Usia Subur
BUMIL = Ibu Hamil
MP- ASI = Makanan Pendamping ASI
BB = Berat Badan
KEK = Kurang energi kronis
KEP = Kurang Energi dan Protein
BBLR = Berat Bayi Lahir Rendah
MMR = Maternal Mortality Rate = Angka Kematian Ibu
Melahirkan
IMR = Infant Mortality Rate = Angka Kematian Bayi
(anak usia <>
ASI Eksklusif = Pemberian kepada bayi hanya ASI saja
(sampai 6 bulan)
2.14. Permasalahan Gizi Masyarakat
Permasalahan Gizi Masyarakat dapat dilihat pada bagan
berikut :
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep
makro (lihat skema.) sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah
kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang
dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan
gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang
kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada
anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah
dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi
kurang yaitu :
ü Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
ü Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap
keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial.
ü Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang
memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin
penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh
setiap keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat
pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat
pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
3. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung
maupun tidak langsung.
4. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran,
inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan
keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut
teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan
pangan keluarga yang tidak memadai.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan
mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan
atau ketidakseimbangan asupan energi dan
protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita
usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan
bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan
mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya
akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak balita yang
sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai
dengan standar anak disebut Gizi Baik.
Kalau sedikit di bawah standar disebut
Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai
dengan tandatanda klinis seperti
; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput
disebut Marasmus, dan bila ada
bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor
atau Marasmus Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia
Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium).
Menurut Hadi (2005), Indonesia mengalami beban ganda
masalah gizi yaitu masih banyak masyarakat yang kekurangan gizi, tapi di sisi
lain terjadi gizi lebih.
Proyeksi Status Gizi Penduduk 2015
Jika status gizi penduduk dapat diperbaiki, maka
status kesehatan dapat tercapai. Berikut ini hanya memfokuskan proyeksi status
gizi, berdasarkan situasi terakhir 2003 di Indonesia dan dibahas dengan
memperhatikan Indonesia Sehat
2010, World
Fit for Children 2002, dan Millenium
Development Goal 2015. Penurunan
status gizi tergantung dari banyak faktor.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan juga yang tertuang
pada bagan 1 dan bagan 2, penyebab yang mendasar adalah:
- Ketahanan pangan tingkat rumah tangga yang tidak memadai. Kajian pemantauan konsumsi makanan tahun 1995 sampai dengan 1998, menyimpulkan (lihat tabel 10): 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein 32 gram per orang per hari atau mengkonsumsi <70% dari kecukupan yang dianjurkan. (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WKNPG, 2000). Berdasarkan SP 2000, diperkirakan jumlah rumah tangga adalah 51.513.364, berarti masalah ketahanan pangan melanda 20-25 juta rumah tangga di Indonesia. Walaupun ada perbaikan pada tahun 2003 terhadap ketahanan pangan rumah tangga, kajian ini masih menujukkan rasio pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total keluarga yang masih tinggi. Paling tidak Indonesia masih menghadapi 20% kabupaten di perdesaan dimana rasio ini masih >75%, dan 63% kabupaten dengan rasio pengeluaran pangan/non pangan antara 65-75%.
- Ketahanan pangan tingkat rumah tangga ini berkaitan erat dengan kemiskinan, yang berdasarkan kajian Susenas 2002, diketahui proporsi penduduk miskin adalah 18.2% atau 38,4 juta penduduk (BPS, 2002). Sebaran penduduk miskin tingkat kabupaten sangat bervariasi, masih ada sekitar 15% kabupaten dengan persen penduduk miskin > 30%.
- Ketidak seimbangan antar wilayah (kecamatan, kabupaten) yang terlihat dari variasi prevalensi berat ringannya masalah gizi, masalah kesehatan lainnya, dan masalah kemiskinan. Seperti diungkapan pada uraian sebelumnya bawah ada 75% kabupaten di Indonesia menanggung beban dengan prevalensi gizi kurang pada balita >20%.
- Tingginya angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan sanitasi, lingkungan, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, disertai dengan cakupan imunisasi yang masih belum universal. Penyakit infeksi penyebab kurang gizi pada balita antara lain ISPA dan diare. Hasil SDKI tahun 1991, 1994 dan 1997 prevalensi ISPA tidak menurun yaitu masing-masing 10%, 10% dan 9%. Bahkan hasil SKRT 2001 prevalensi ISPA sebesar 17%. Sedangkan prevalensi diare SDKI 1991, 1994 dan 1997 juga tidak banyak berbeda dari tahun ketahun yaitu masing-masing 11%, 12% and 10%; dan hasil SKRT 2001 adalah sebesar 11%.
- Cakupan program perbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak berfungsi. Pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada.
- Pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah, dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja sampai 6 bulan cenderung renda, hanya sekitar 15-17%. Setelah itu pemberian makanan pendamping ASI menjadi masalah dan berakibat pada penghambatan pertumbuhan.
- Masih tingginya prevalensi anak pendek yang menunjukkan masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kronis.
- Masih tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita, rendahnya pendapatan dan rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan indeks SDM rendah.
- Rendahnya pembiayaan untuk kesehatan baik dari sektor pemerintah dan non-pemerintah (tahun 2000: Rp 147.0/kapita/tahun), demikian juga pembiayaan untuk gizi (tahun 2003: Rp 200/kapita/tahun).
Dari besaran masalah gizi 2003 dan penyebab yang multi
faktor, maka dapat diprediksi proyeksi kecenderungan gizi yad seperti berikut:
1.
Proyeksi prevalensi gizi kurang pada balita
Dari uraian sebelumnya, penurunan prevalensi gizi
kurang pada balita (berat badan menurut umur) yang dikaji berdasarkan Susenas
1989 sampai dengan 2003 adalah sebesar 27% atau penurunan prevalensi sekitar 2%
per tahun. Telah banyak intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan status
gizi pada balita, antara lain pelayanan gizi melalui Posyandu. Dengan
meningkatkan upaya pelayanan status gizi terutama berkaitan dengan peningkatan
konseling gizi kepada masyarakat, diharapkan terjadi penurunan prevalensi gizi
kurang minimal sama dengan periode sebelumnya atau sebesar 30%. Pada hasil
kajian Susenas 2003, prevalensi gizi kurang adalah 19,2% dan gizi buruk 8,3%.
Dengan asumsi penurunan 30%, diperkirakan pada tahun 2015 prevalensi gizi
kurang menjadi 13,7% dan prevalensi gizi buruk menjadi 5.7%
2.
Proyeksi prevalensi gizi kurang (stunting) pada anak baru masuk sekolah
Perubahan ukuran fisik penduduk merupakan salah satu
indikator keberhasilan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sudah
diketahui bersama bahwa dibanyak negara anak-anak tumbuh lebih cepat dari 20-30
tahun yang lalu. Mereka tidak hanya matang lebih awal tetapi juga mencapai
pertumbuhan dewasa lebih cepat. Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada beberapa
negara, menunjukkan adanya perbedaan tinggi badan antara kelompok usia 20 tahun
dan 60 tahun pada pria maupun wanita dewasa setinggi kurang lebih 8 cm.
Dinyatakan pula bahwa pada kebanyakan negara sedang
berkembang ‘secular trend” dari kenaikan tinggi badan adalah 1 cm untuk setiap
decade semenjak tahun 1850. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan keadaan
lingkungan dan perubahan kualitas hidup manusia.
Di Indonesia penelitian “secular trend” kenaikan
tinggi badan penduduk dari satu waktu tertentu. Informasi yang ada adalah hasil
survei ansional 1978 dan 1992 pada anak balita dari 15 provinsi. Dari hasil
kedua survei tersebut, dinyatakan bahwa ada perubahan rata-rata tinggi badan
sebesar 2,3 cm pada anak laki-laki dan 2,4 cm pada anak perempuan dalam jangka
waktu 14 tahun.
Analisis yang dilakukan pada survei TBABS menunjukkan
penurunan prevalensi gizi kurang (stunting) pada anak baru masuk sekolah
tahun 1994-1999 sebesar 3.7%. Stunting atau pendek merupakan masalah gizi
kronis dan pada umumnya penurunan sangat lambat. Pengalaman kenaikan tinggi
badan rata-rata dari generasi ke generasi pada negara sedang berkembang pada
umumnya setinggi 1 cm dalam periode 10 tahun. Kenaikan tinggi badan rata-rata
anak baru masuk sekolah dari tahun 1994 ke tahun 1999 dalam waktu 5 tahun
berkisar antara 0.1-0.3 cm. Dengan situasi tahun 1999 dengan penurunan hanya
3,7% dalam kurun waktu 5 tahun, serta menggunakan asumsi yang sama dengan
penurunan prevalensi gizi kurang pada balita, yaitu 40% maka pada tahun 2015 prevalensi
stunting pada anak baru masuk sekolah diasumsikan akan menjadi 24%.
3.
Proyeksi KEK pada Wanita Usia Subur
Berdasarkan kajian Susenas 1999-2003, penurunan
proporsi risiko KEK berkisar antara 5-8% dalam kurun waktu 4 tahun tergantung
pada kelompok umur. Kelompok wanita usia subur sampai dengan tahun 2003 belum
menjadi prioritas program perbaikan gizi. Untuk peningkatan status gizi
penduduk, kelompok umur ini terutama pada WUS usia 15 – 19 tahun harus menjadi
prioritas untuk masa yang akan datang. Seperti yang terlihat pada Figure 10,
35-40% WUS usia 15-19 tahun berisiko KEK.
Intervensi yang dilakukan untuk kelompok umur ini
mungkin tidak terlalu kompleks dibanding intervensi pada balita atau ibu hamil.
Akan tetapi intervensi yang dilakukan akan lebih banyak bermanfaat untuk
membangun sumber daya manusia generasi mendatang. Dengan menggunakan asumsi
penurunan yang terjadi dari tahun 1999 – 2003 untuk kelompok umur 15-19 tahun.
Dengan posisi proporsi resiko KEK 35% pada tahun 2003,
pada tahun 2015 asumsinya akan menjadi 20%. Asumsi penurunan proporsi KEK pada
kelompok WUS 15-19 tahun 2015 diharapkan dapat menekan terjadinya BBLR,
menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita dan juga mempercepat kenaikan
tinggi badan anak Indonesia.
4. Proyeksi masalah gizi mikro
Masalah gizi mikro yang sudah terungkap sampai dengan
tahun 2003 adalah masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi. Masih banyak masalah gizi
mikro lainnya yang belum terungkap akan tetapi berperan sangat penting terhadap
status gizi penduduk, seperti masalah kurang kalsium, kurang asam folat, kurang
vitamin B1, kurang zink.
Mayoritas intervensi yang telah dilakukan untuk
mengurangi masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi di Indonesia masih berkisar pada
suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A, kapsul yodium, maupun tablet
besi. Strategi lain yang jauh lebih efektif seperti fortifikasi, penyuluhan
untuk penganekaragaman makanan masih belum dilaksanakan.
Untuk proyeksi masalah gizi mikro sampai dengan tahun
2015 sesuai dengan informasi yang tersedia sampai dengan tahun 2003 ini hanya
dapat dilakukan untuk masalah KVA, GAKY dan anemia gizi. Data dasar untuk
keseluruhan masalah gizi mikro untuk waktu mendatang perlu dilakukan, karena
informasi untuk kurang kalsium, zink, asam folat, vitamin B1 hanya tersedia
dari hasil informasi konsumsi makanan pada tingkat rumah tangga yang cenderung
defrisit dalam makanan sehari-hari.
Pada uraian sebelumnya diketahui masalah KVA pada
balita diketahui hanya dari hasil survei 1992. Pada survei tersebut dinyatakan
masalah xeroftalmia sebagai dampak dari KVA sudah dinyatakan bebas dari
Indonesia, akan tetapi 50% balita masih menderita serum retinal <20 mg,
dimana dengan situasi ini akan dapat mencetus kembali munculnya kasus
xeroftalmia. Dari beberapa laporan, kasus xeroftalmia ternyata sudah mulai
muncul kembali, terutama di NTB.
Pemberian kapsul vitamin A pada balita diasumsikan
belum mencapai seluruh balita. Intervensi KVA dengan distribusi kapsul vitamin
A dosis tinggi untuk 5 tahun kedepan masih dianggap perlu, selain strategi lain
(fortifikasi, penyuluhan, dan penganekaragaman makanan) mulai
diintensifkan. Diharapkan dengan “multiple strategy” 50% KVA pada balita dapat
ditekan menjadi 25% pada tahun 2015, atau penurunan 50%.
Tahun 2003 ini sudah dilakukan evaluasi penanggulangan
GAKY untuk mengetahui prevalensi GAKY setelah informasi terakhir adalah 9,8%
pada tahun 1996/1998. pada tahun 1996 diasumsikan prevalensi GAKY akan
diturunkan sekurang-kurangnya 50% pada tahun 2003 setelah intensifikasi proyek
penanggulangan GAKY (IP-GAKY) 1997-2003.
Akan tetapi, penurunan ini secara nasional tidak
terjadi, masih banyak masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam
penanggulangan ini, antara lain konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga
masih belum universal (SUSENAS 2003 menunjukkan hanya 73% rumah tangga
mengkonsumsi garam beryodium).
Selain itu pemantauan pemberian kapsul yodium pada
daerah endemik berat dan sedang tidak diketahui sampai sejauh mana kapsul ini
diberikan pada kelompok sasaran. Mengingat masalah GAKY sangat erat kaitannya
dengan kandungan yodium dalam tanah, pada umumnya prevalensi GAKY pada penduduk
yang tinggal di daerah endemik berat dan sedang dapat menurun setelah
intervensi kapsul yodium dalam periode tertentu dan akan membaik jika konsumsi
garam beryodium dapat universal.
Akan tetapi jika pemberian kapsul tidak tepat sasaran
dan garam beyodium tidak bisa universal, prevalensi GAKY ada kemungkinan akan
meningkat lagi. Dengan kondisi ini, ada kemungkinan prevalensi GAKY tidak bisa
seratus persen ditanggulangi dalam kurun waktu 12 tahun kedepan (sampai dengan
2015). Diharapkan TGR pada tahun 2015 dapat ditekan menjadi kurang dari 5%.
Penanggulangan anemia sampai dengan 2002 masih
difokuskan pada ibu hamil. Seperti yang diungkapkan pada uraian sebelumnya
prevalensi anemia pada ibu hamil menurun dari 50,9% (1995) menjadi 40% (2001).
Penanggulangan anemia untuk yang akan datang diharapkan tidak saja untuk ibu
hamil, akan tetapi juga untuk wanita usia subur dalam rangka menekan angka
kematian ibu dan meningkatkan produktivitas kerja.
Angka prevalensi anemia pada WUS menurut SKRT 2001
adalah 27,1%. Diproyeksikan angka ini menjadi 20% pada tahun 2015. Asumsi
penurunan hanya sekitar 30% sampai dengan 2015, karena sampai dengan tahun
2002, intervensi penanggulangan anemia pada WUS masih belum intensif.
Asumsi penurunan prevalensi masalah gizi ini perlu
disempurnakan dengan memperhatikan angka kecenderungan kematian, pola penyakit,
tingkat konsumsi, pendapatan dan pendidikan. Selain itu sampai dengan tahun
2003, masih banyak masalah gizi yang belum terungkap terutama berkaitan dengan
masalah gizi mikro lainnya yang mempunyai peran penting dalam perbaikan gizi
secara menyeluruh.
E. Solusi Permasalahan Gizi Masyarakat
Menurut Hadi (2005), solusi yang bisa kita lakukan
adalah berperan bersama-sama.
Peran Pemerintah dan Wakil
Rakyat (DPRD/DPR). Kabupaten
Kota daerah membuat kebijakan yang berpihak pada rakyat, misalnya kebijakan
yang mempunyai filosofi yang baik “menolong bayi dan keluarga miskin agar tidak
kekurangan gizi dengan memberikan Makanan Pendamping (MP) ASI.
Peran Perguruan Tinggi. Peran perguruan tinggi juga sangat
penting dalam memberikan kritik maupun saran bagi pemerintah agar supaya
pembangunan kesehatan tidak menyimpang dan tuntutan masalah yang riil berada di
tengah-tengah masyarakat, mengambil peranan dalam mendefinisikan ulang
kompetensi ahli gizi Indonesia dan memformulasikannya dalam bentuk kurikulum
pendidikan tinggi yang dapat memenuhi tuntutan zaman.
Menurut Azwar (2004). Solusi yang bisa dilakukan
adalah :
- Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.
- Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
- Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
- Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
- Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
A. Program Perbaikan Gizi Dan
Kesehatan Masa Depan
Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan
serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini antar wilayah, maka diperlukan
program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi,
maupun nasional. Jelas sekali kerja sama antar sektor terkait menjadi penting,
selain mengurangi aktivitas yang tumpang tindih dan tidak terarah.
Berikut ini merupakan pemikiran untuk program yang
akan datang, antara lain:
- Banyak hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi, mulai dari ketersediaan data dan informasi secara periodik untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif. Kajian strategi program yang efisien untuk masa yang datang mutlak diperlukan, mulai dari tingkat nasional sampai dengan kabupaten.
- Melakukan penanggulangan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik lokal.
- Melakukan strategi program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja sama yang baik dengan swasta.
- Secara bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan kesehatan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu :
Dari pembahasan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu :
- Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
- Definisi Gizi kesehatan masyarakat merupakan penyulingan kompetensi untuk gizi kesehatan masyarakat yang disarankan oleh para pemimpin nasional dan internasional dilapangan.
- Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik-buruknya penyediaan makanan sehari-hari
- Indikator status gizi yaitu tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh
- Beberapa faktor yang memengaruhi status gizi seseorang yaitu faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor sosial-budaya, faktor biologis/keturunan, dan faktor religi.
- Akibat yang ditimbulkan karena gizi salah (malnutrisi) akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas, dan kesanggupan kerja manusia.
- Cara-cara perbaikan status gizi yaitu dengan pengaturan makanan yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi.
- Penanggulangan masalah gizi terdiri dari: Penanggulangan masalah gizi kurang dan Penanggulangan masalah gizi lebih
- Gizi Daur Kehidupan. United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan. Pada bagan 1 dapat dilihat kelompok penduduk yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi.
- Permasalahan Gizi Masyarakat. Penyebab langsung, Penyebab tidak langsung, Pokok masalah di masyarakat dan Akar masalah.
- Solusi Permasalahan Gizi Masyarakat. Menurut Hadi (2005), solusi yang bisa kita lakukan adalah berperan bersama-sama, Peran Pemerintah dan Wakil Rakyat (DPRD/DPR) dan Peran Perguruan Tinggi.
- Program Perbaikan Gizi Dan Kesehatan Masa Depan. Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini antar wilayah, maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Jelas sekali kerja sama antar sektor terkait menjadi penting, selain mengurangi aktivitas yang tumpang tindih dan tidak terarah.
Saran
· Agar penerimaan petani meningkat maka
mata rantai pemasaran harus diperpendek, antara lain melalui koperasi seperti
KUD (koperasi unit desa). Salah satu tujuan ideal koperasi adalah mengambil
alih peranan pedagang pengumpul dan pedagang menengah dalam mekanisme pemasaran
produksi. Berbagai kasus menunjukkan bahwa adanya koperasi justru memperpanjang
mata rantai pemasaran karena peranan pedagang perantara masih tetap berfungsi.
· Agar stabilitas harga pangan tetap
terjamin maka pemerintah daerah harus campur tangan secara langsung maupun
tidak langsung dalam system pangan.
Menerima olah DATA SPSS utk Sekripsi Kesehatan dengan waktu yang cepat.
paling lama 2 hari. paling cepat 6 jam
hub ; 085277011414
Menerima olah DATA SPSS utk Sekripsi Kesehatan dengan waktu yang cepat.
paling lama 2 hari. paling cepat 6 jam
hub ; 085277011414
Tidak ada komentar:
Posting Komentar